Kamis, 18 Desember 2008

Pementasan Desember Gift


Saturday Acting Club (SAC) adalah kelompok kajian acting yang semula bernama Saturday Acting Class dan telah dimulai sejak tahun 2002. kelompok ini merupakan sekumpulan orang-orang yang bergelut diwilayah keilmuan teater dan secara khusus berkonsentrasi pada kajian acting serta mengeksplorasi segala gaya acting dari berbagai --isme yang tidak terbatas.
Kemudian pada tahun 2006, disebabkan kebutuhan mengeksplorasi bentuk-bentuk kajian, maka SAC memutuskan mulai mengekspresikan hasil tersebut dalam bentuk pementasan teater. Maka disepakatilah untuk mengganti class menjadi club. Nama Saturday diambil karena kegiatan regulernya yang mengambil hari sabtu sebagai hari pertemuan.
Keanggotaan SAC sendiri terdiri dari civitas akademika Institut Seni Indonesia dan orang-orang dari luar institut yang mempunyai concern yang sama dan tidak terbatas pada orang-orang yang mempunyai disiplin ilmu teater. Sampai hari ini SAC mempunyai anggota tetap tidak kurang dari 25 personil.
Berdasarkan sebuah kesadaran bahwa pisau tafsir harus diwujudkan dalam kenyataan tafsir, maka sepanjang tahun 2007 dan2008, SAC telah menjalin kerja sama dengan sebuah arena kesenian public, yaitu Kedai Kebun Forum (KKF ) Yogyakarta, yang bersedia menjadi fasilitator kegiatan.
Pada tanggal 28-29 Desember 2008 SAC akan mementaskan pertunjukan teater dengan judul Desember Gift di Kedai Kebun Forum. Ini merupakan agenda pentas ketiga SAC dalam tahun ini, setelah Lithuania karya Rupert Brook yang dipentaskan di Gelanggang Mahasiswa UGM dan Pendopo Teater Garasi maret lalu, Holocaust Rising karya Rukman Rosadi yang dipentaskan di Taman Budaya Yogyakarta pada bulan Oktober.
Pementasan Desember Gift kali ini merupakan bentuk yang dihasilkan dari eksplorasi emosi dan suasana yang ada di dekat manusia. Cinta, persahabatan, dengeng, hujan, dejavu adalah beberapa ide yang mendasari plot dalam pementasan Desember Gift. Semua diolah oleh aktor-aktor dalam gaya akting dari berbagai –isme(aliran).SAC sebagai club actor mencoba menawarkan kepada penonton berbagai keterampilan acting dari proses eksplorasi tubuh, pikiran, rasa dan suara.
Desember Gift disutradari oleh Rossa R. Rosadi sebagai actornya adalah Jamal Adul Nasser, Ratna Aniswati, Intan Kumalasari, Nanik Endarti, Heni Susanti, Moh. Djunaedi Lubis, Wheni Puspitaningrum, Anisa Nuraini. Penata Musik: Dadush Bogoes, Penata Lampu: Nugoro Pamungkas dan Penata Artistik: Dhani Brain.

Minggu, 09 November 2008

SATURDAY ACTING CLUB


STRUKTUR KEANGGOTAAN :

Head of Management : Surie Inalia / cuwie
Alamat : Jl. Ngadinegaran MJ III No.164 DIY
E – mail : me_cuwie@yahoo.com
Hp : 0815.7887.9627
Pengalaman Kesenian : Sutradara ( Kereta Kencana, Sahabat Terbaik,
Pelamar, Topeng Kayu ), Pemain (Perkawinan,Tamu Istimewa, Romeo Juliet, Catasthrope, HP,Children First ,dll ), MC ( Pentas2 Teater & Musik, Festival Kesenian Yogyakarta, Jakjazz Jogja, dll )

Head of Program : M. Djunaedi Lubis / ucok
Alamat : Jl. Saminten V No.18 Rt.10/Rw.016,
Bakti Jaya, Depok II Timur
E-mail : otonghitam@yahoo.co.id
Hp : 08888.1360.17
Pengalaman Kesenian : Sutradara ( Pejuang Wanita, Kereta kencana,
Nyanyian Angsa, Perkawinan ), Pemain ( Karakoush, Perkawinan, Dokter Gadungan, Sumur Tanpa Dasar, Aum, Mega – Mega, The Lover, The Zoo Story, Pedro Dalam Pasungan,
Smoke & Ice Cream,dll )

Supervisor : Rossa R. Rosadi S.Sn
Alamat : Jl. SuryodiningratanMJ II / 916 DIY
E – mail : rosadi999@yahoo.com
Hp : 0818.278812
Pengalaman Kesenian : Sutradara ( Children First, Come and Go, Catasthrope, Smoke n’ Ice Cream, Heart Poison, Le Guichet, Immortal Soul, dll ), Pemain ( Perempuan – Perempuan Nagari, Bib Bob ( Rekonstruksi ), Oidipus, dll ), Dosen Pemeranan Jurusan Teater Fakultas Seni Pertunjukkan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Divisi HuMas dan Dana : Ratna Aniswati
Wheni P. Putri
Divisi Pelatihan : Rendra Bagus Pamungkas
Anggota : Intan Kumalasari
Naseer Abdul Jamal
Divisi Pengkajian : Maria Yulita Sari
Anggota : Iman Rohmansyah
Sity Oktaviani
Nanik Endarti
Penata Musik : Dadush Bogues S.Sn
Penata Lampu : Noegroho Pamungkas S.Sn



VISI Saturday Acting Club :

Mewujudkan Saturday Acting Club ( SAC) menjadi bagian dari sejarah pertumbuhan Teater di Indonesia.


MISI Saturday Acting Club :

1. Mensosialisasikan karya-karya SAC ke berbagai daerah di Indonesia
2. Mengembangkan dinamika proses penciptaan bentuk – bentuk teater baru dengan
semangat lintas disiplin keilmuan.
3. Mengaplikasikan berbagai Style Acting dalam karya-karya SAC
4. Memformulasikan Style Acting yang dapat menjadi identitas SAC
5. Membuat modul pelatihan acting dalam bentuk buku dan multimedia
6. Mengadakan Workshop ke berbagai daerah di Indonesia.
7. Meneliti, menganalisa, mendata,membukukan,dan mensosialisasikan metode-
metode acting kelompok teater & aktor di berbagai daerah di Indonesia.
8. Menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan berbagai pihak untuk
menumbuhkan suasana kondusif bagi pengembangan seni dan keilmuan.
9. Membangun jaringan kerja (networking) ke berbagai daerah di Indonesia.

Jumat, 31 Oktober 2008

Holocaust


"ProgId" content="Word.Document">

Karakter! Karakter! Karakter!

Yang menuntun alur pikiran dan rasa yang mendorong gerak dan tindakan. Macam apakah karakter kita saat ini?

Jika karakter tumbuh akan menjadi apakah suatu hari?

Faktor-faktor yang menyusun karakter yang menjadikan perubahan-perubahan besar peradaban, adakah yang mendisain atau kehendak Tuhan?

Lihat saja kesekeliling kita, disana pengaruh besar sedang menyusun karakter kita.

Saat ini sebuah perubahan bisa kita saksikan.

Kita masih sanggup tertawa mendengar berita-berita kematian. Kita masih bisa meneguk segelas bir atau sepiring ayam Kentucky yang nikmat sambil nonton orang kelaparan di TV. Atau sambil cekikikan bergumul diatas tempat tidur. Apa mungkin anda menghentikan kunyahan karena tersentuh perasaan...? Jawab saja sendiri..

Dalam Holocaust Rising, kegelisahan muncul dari banyak fenomena ” kehalusan perasaan-perasaan manusia saat ini ” ketika godaan-godaan hidup sangat beragam dan semakin menyingkirkan kita dari esensi manusia berperasaan halus. Bahkan sebagian dari manusia memelihara keliaran binatang dalam dirinya.

Berita-berita pembunuhan, kematian, pemerkosaan, penyiksaan yang menghambur ketelinga kita tiap hari, jangan-jangan justru membuat kita jadi kebal.

Atau banyak faktor lain juga yang semakin meningkatkan ketegaan kita pada orang lain.

Apakah yang berpakaian paling rapi dan berbau wangi adalah yang paling tau bersikap sebagai manusia yang sesungguhnya, merekakah yang mendisain peradaban dunia, lalu akan menuju kemana?

Bagaimana jika kita menyaksikan langsung mayat-mayat yang mati sengsara didepan mata kita? Apakah kita masih bisa terhenyak, atau terdorong surut dan takjub pada kemungkinan apa yang sanggup dilakukan manusia pada manusia yang lain?

Bagaimana dengan anak-anak dan dunia yang disaksikannya, akankah mereka punya rasa tega yang lebih besar karena disain ”peradaban” yang mempengaruhinya.

Betulkah hati kita sudah sulit tersentuh? Ya pertunjukan ini juga sedang mencari-cari dan menelusur ruang-ruang gelap perjalanan pikiran ,tubuh yang membuat kekejaman tumbuh.

Holocaust Rising, sejujurnya merupakan pentas yang agak kesusu, proses yang hanya makan waktu 2 bulan dengan teks sambil berjalan rasanya terlalu sprint. Apalagi tema yang diusung cukup menstimulasi kerja pikiran dan rasa. Percobaan untuk mengujikan paduan style akting dan kemungkinan melintasi batas konvensi dan ke-rigid-an aturan. Huh! Di lain kesempatan ingin rasanya menyempurnakan keinginan.

Jumat, 25 April 2008

Zero Matrix


Zero Matrix
Zero matrix adalah zero moment.
Ketika hidup tiba-tiba menghentikan putarannya pada lingkaran kosong yang menghentak. Ketika pertanyaan-pertanyaan muncul dan memenuhi kepala dan dada. Ketika tiba-tiba kita menyadari desahan nafas yang kita miliki. Ketika perjalanan membutuhkan keputusan yang tidak terangkum dalam kalimat-kalimat pasti. Masih haruskah perjalanan dilanjutkan? Sudah usaikah hidup memberikan kesempatan? Kemana lagi tujuan harus dilanjutkan? Apakah hidup masih berarti untuk dimiliki? Apakah kita hidup atau Cuma ada?
Zero matrix.
Zero matrix adalah lingkaran-lingkaran kosong yang senantiasa datang menghampiri kita, memberi kesempatan untuk mengisinya dengan angka-angka yang berarti atau kembali pada lingkaran, bola-bola dan balon-balon yang pecah pada saatnya sendiri…dan terus dalam lingkaran sampai kita mendengar lagi desahan nafas kita sendiri

Rabu, 18 April 2007

Children First


karya:SAC
Idea: membuat sebuah repertor yang dipakai sbagai pembukaan atau pengisi waktu atau introduksi.

About; ekspresi orang orang yang sedang kebelet pipis disebuah toilet umum. Ekspresi yang tampak tidak boleh terlalu mencolok penyebabnya. Tidak boleh ada tanda tentang ruangan WC. Beberapa orang antri, beberapa orang datang untuk antri. Berusaha membuat akting yang ekspresif tentang kebelet yang amat sangat, sehingga ledakan-ledakannya nampak sebagai ekpresi emosi yang bercampuran dan kuat.
Ending dibuat sebagai jawaban bahwa mereka sedang antri toilet. Dua orang keluar dari pintu toilet, dan yang berebut untuk masuk, namun aksi mereka terhenti karena seorang ibu membawa 2 orang anak laki dan perempuan yang juga sudah sangat kebelet sehingga orang-orang dewasa harus mengalah. Ending ditutup dengan freez ekspresi yang sesungguhnya orang2 yang kebelet.

Catastrophe


Kesadaran seorang sutradara untuk menyajikan pilihan pertunjukan harus selalu diujikan saat berhadapan dengan penontonnya. Memilih bahan komunikasi dan memilih cara berkomunikasi. Tapi itu juga bukan sebuah jaminan keberhasilan komunikasi. Penonton sangat heterogen dan kepentingannya sangat majemuk. Ada yang menonton karena ‘harus menonton, menonton karena diajak kawan, menonton sebagai tenggang rasa, menonton karena tak ada kegiatan lain, menonton karena ingin belajar, ingin menemani kekasihnya, ingin mencari kelemahan tontonan atau ingin mencari kepuasan estetik dan masih banyak alasan yang tak selalu ada dalam pertimbangan penyutradaraan. Begitu juga penonton dari latar belakang sejarah perjalanan hidup yang beragam sehingga bisa jadi sebuah pertunjukan tak bisa selalu menjalin koneksi yang berimbang dengan semua penonton.
Kesadaran diatas yang juga saya pakai untuk bersikap. Jadi silahkan melihat pertunjukan dengan cara anda masing-masing. Tak perlu bersusah payah menemukan yang sulit ditemukan. Jika mata tak bisa menikmati cobalah dengan telinga, jika pikiran tak bisa menikmati cobalah dengan hati. Atau pakailah semuanya, jika semua sudah dipakai tetap tak bisa menikmati, mungkin kita belum jodoh. Anda boleh mempersunting pertunjukan yang lain atau saya yang harus mempercantik diri. Sebagai pengantar tetap saya harus sampaikan.
Menonton Zero Matrix, ini bukan sebuah perjalanan yang harus dilihat dengan menengok sekian panjang perjalanan anda karena ini bukan cerita berplot yang bisa diperdebatkan dramatiknya. Tengok saja satu momen dimana anda tiba-tiba berada dilorong panjang dan tak tahu akan berakhir dimana, atau dalam labirin dan tak ada jalan keluar. Atau dengan alasan yang tak jelas hidup anda tiba-tiba terasa kosong. “Zero Matrix” adalah hasil tangkapannya . Seperti momen-momen fotografis yang menghentikan perjalanan dengan tiba-tiba. Mungkin juga momen abstrak yang di-klik dari pusaran emosi. Tak ingin membuat solusi, tak hendak beratraksi tentang kepintaran berpikir. Cukup untuk berbagi bahwa kita akan atau pernah atau sedang berhadapan dengan situasi kosong yang kadang menghentakkan tubuh kita merapat dengan dinding untuk dapat bertahan berdiri. Kemudian belajar pada kekejaman ‘waktu’ yang tak memperdulikannya. Sesedih apapun kita waktu tetap berputar…, pesawat harus menepati jadwalnya, bayi-bayi harus lahir, padi-padi tetap tumbuh, hujan tetap jatuh, kelelahan harus disandarkan.. dan tak ada yang harus menengok kekosongan kita.
Menonton Catashtrophe, ya silahkan ditonton saja. Kepiawaian Beckett sudah tak teragukan untuk menangkap fenomena absurditas. Tapi pertunjukannya selalu boleh diragukan karena tak selalu bermakna tunggal. Interpretasi juga boleh meleset, karena memainkan naskah Beckett seperti menembak target bergerak. Sesekali kena sayap, sesekali melukai kaki, sesekali memecahkan kepala, kadang kadang meremukkan ulu hati. Apakah kita selalu bisa membaca pikiran?
Ya saya sedang berkompromi dan membuat deal dengan Beckett. Saya tetap mengajukan penawaran padanya sebagaimana para aktor juga mengajukan penawaran ciptaannya.
Dalam Catashtrophe, Beckett secara sangat lihai meminjam adegan proses penyutradaraan untuk menggambarkan gesture kekuasaan. Mungkin juga sebuah kabar duka dari dunia yang sedang gemar menguliti tubuh-tubuh sengsara dan mengoleksi mayat.